Muhammad Fakhruddin adalah nama yang diberikan orang tua saya, H. Muhdi Suib Madjid dan Hj. Syarifah Aini. Masa kecil saya lalui dalam lingkungan keluarga yang sangat religius karena ayah saya seorang pegawai di Departemen Agama dengan jabatan terakhir adalah kepala Kantor Urusan Agama di Kecamatan Kuala Batee, Aceh Barat Daya.
Saya terlahir pada tanggal 20 September 1967 sebagai anak sulung yang kemudian biasa dipanggil Bang Dien.
Memasuki pendidikan SLTP, saya mulai hidup mandiri dan terpisah dari ke dua orang tuanya karena harus meneruskan pendidikan di Meulaboh. Banyak kenangan manis saya yang terukir di kota kecil itu, yang kini telah luluh lantak akibat tsunami.
Tiga tahun kemudsayan, saya pun hijrah ke Banda Aceh untuk melanjutkan pendidikannya ke Madrasah Aliyah Negeri I Banda Aceh.
Pada tahun 1986 saya diterima pada Fakultas Teknik Universitas Syah Kuala, Banda Aceh. Sebagai anak muda, saya selalu gelisah setiap kali menyaksikan kemiskinan dan keterbelakangan dan penderitaan rakyat kecil.
Hati saya selalu tersayat ketika menyaksikan suasana pedesaan yang termarginalisasi di sepanjang pantai Barat- Selatan, jalan yang kerap saya lalui, ketika mudik liburan kulsayah menuju kampung halamannya.
Sepanjang perjalanan saya menyaksikan para petani dan nelayan yang bekerja keras sekedar untuk mempertahankan hidup. Inilah yang kadang membuat saya sering singgah di persawahan dan di perkampungan nelayan, sekedar untuk memberi mereka semangat untuk tetap punya harapan.
Sejak mahasiswa, saya telah bertekad diri di dunsaya kemahasiswaan, kepemudaan dan kemasyarakatan yang pada akhirnya saya putuskan untuk aktif di organisasi intra kampus UKM BSPD. UKM ini umumnya diikuti oleh mahasiswa yang berminat pada kerja-kerja sosial dan pemberdayaan masyarakat desa.
Kesempatan pengabdian mulai lebih dapat saya aktualisasikan ketika dipercaya memimpin Pelajar dan Mahasiswa Kuala Batee sebagai Ketua Umum. Saya semakin besar mengabdikan diri untuk dunsaya kemahasiswaan saat saya terpilih sebagai Ketua Umum HMI Cabang Banda Aceh, organisasi kemahasiswaan terbesar di Aceh, pada tahun 1994
Pada tahun 1998 saya menjadi utusan Indonesia pada pertemuan Pemuda Asia Pasifik di Tokyo dan Yamaguchi, Jepang.
Ketika kawan-kawan HMI di Aceh ingin mendaulat saya menjadi Ketua Umum Badko Aceh, selesai saya memimpin cabang, dengan tegas saya mengatakan tidak. Syukur Alhamdulillah, penolakan itu berbuah positif, karena setelah saya aktif 4 tahun di PB HMI, dalam kongres XXII di Jambi, saya berhasil menjadi Ketua Umum PB HMI pada tahun 1999.
Untuk ukuran anak desa, saya merasa telah mencapai puncak karier berorganisasi mahasiswa. Kembali lagi puji syukur tak terhinggga atas kesempatan yang Allah berikan, sehingga sayapun mulai diperhitungkan di lingkaran elite kepemudaan nasional. Bahkan pada tahun 2003, saya menjadi duta Indonesia pada pertemuan pemuda ASEAN dan China di Beijing, Shanghai dan Guangzou.
Sebagai anak muda, saya akan menunjukkan karakter yang independen, kritis, percaya diri tanpa harus kehilangan santun dan hormat terhadap siapapun.